UN, perlu atau tidak?
Setelah menonton untuk kedua kalinya (ga ada kerjaan) film Accepted, saya terinspirasi untuk menulis sebuah post mengenai pendidikan.
Menyinggung berita yang sangat hangat beberapa pekan yang lalu mengenai UN SMA dan SMP, ada pertanyaan yang sangat menggelitik saya mengenai UN. Pertanyaan “Apakah UN itu perlu? Tiga tahun belajar hanya ditentukan lewat 2-3 hari Ujian?”.
Pertanyaan itu terasa menggelitik untuk saya. Bagi saya pribadi, UN itu sangat penting, 2-3 hari Ujian adalah penentuan dari keberhasilan belajar? jawabnya adalah YA, mengapa saya berpendapat demikian? Saya memberi contoh seorang Taufik Hidayat. Apakah dia sudah berlatih bulutangkis sejak usia dini? YA, berikut wawancara MILO dengan Taufik Hidayat. Apakah dia sampai saat ini masih terus berlatih? YA, apa faktor penentu keberhasilan latihan dia? 1-2 jam pertandingan dengan lawan di suatu event.
Dari contoh diatas kita dapat menarik kesimpulan bahwa, dalam dunia nyata, Ujian itu ada. Malah waktunya lebih singkat, bahkan kadang kita tidak mempunyai waktu untuk mempersiapkannya. Adanya UN sangat tepat, mengingat sebagai persiapan untuk masa depan, dimana hasil dari belajar dan latihan kita, hanya ditentukan dalam waktu yang singkat. Kalau hanya untuk menghadapi ini anak-anak kita tidak mampu, bagaimana mereka bisa menghadapi “Ujian” di masa depan nanti, dimana segala sesuatunya tidak dapat diprediksi dengan mudah.
“Allah tidak membebani hamba-hamba-Nya kecuali dengan sesuatu yang dapat dilaksanakan”, kalau misal memang kita pasti tidak mampu melaksanakan UN, Allah pasti sudah hapuskan dari dahulu kala. Kenapa kok kita masih tidak percaya dengan kekuasaan Tuhan?
Kesimpulan saya bukan UN-nya yang salah, namun keseluruhan sistem yang kurang pas untuk saat ini. Menurut Sir Ken Robinson, bahwa sistem pendidikan saat ini yang diterapkan diseluruh dunia dibuat pada abad ke-17. Sangat tidak tepat bila kita masih menyandarkan masa depan dari sesuatu yang dibuat ratusan tahun yang lalu. Bagi saya, pendidikan yang paling ideal adalah saat dimana murid dapat mempelajari apa yang mereka ingin pelajari.
Satu event yang saya ingat sampai hari ini adalah saat saya ditanya mengenai mengapa saya ingin masuk ke SMK Tehnik. Jawaban saya waktu itu kepada guru Bahasa Indonesia yang merangkap wali kelas saya adalah “Saya tidak mau belajar Bahasa Indonesia”. Saat ini saya tertawa sendiri mengingat itu. Untuk menulis post di blog, mempelajari kembali tata bahasa yang dulu sangat saya benci. Tata bahasa menjadi sesuatu yang saya pelajari sekarang karena saya membutuhkannya. Jadi bagaimana bila kita rubah cara kita belajar, dari kewajiban, menjadi kebutuhan. Namun sepertinya itu masih menjadi jalan yang panjang bagi kita semua untuk mendapatkannya di sekolah formal.
Jika Anda tertarik dengan konsep yang saya kemukakan, Anda bisa mempelajari ulang pelajaran di sekolah Anda di website khanacademy.org. Website ini juga sangat cocok buat adik-adik yang masih duduk di bangku sekolah. Dapat ilmu, lalu jadi lancar Bahasa Inggris lagi. Anda dapat melihat presentasi yang diberikan pendirinya di TED dan dapat membaca reviewnya pada post saya sebelumnya. Selamat belajar, “Stay Hungry, Stay Foolish”.